TAPTENG, Siarankabar.com – Aktivitas tambang galian C yang diduga tidak memiliki dokumen resmi kembali marak di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara. Padahal, sebelumnya kegiatan serupa sempat terhenti usai mendapat sorotan dari sejumlah media dan kunjungan kerja anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara yang meninjau seluruh lokasi galian di wilayah tersebut.
Pantauan di lapangan, Selasa (27/10/2025), menunjukkan satu unit eskavator tengah beroperasi di Kelurahan Bona Lumban, Kecamatan Tukka, menggali dan memuat tanah urug ke sejumlah dump truk yang hilir mudik membawa hasil galian untuk diperjualbelikan ke penampungan.
SS, yang mengaku sebagai pengawas lapangan, mengatakan tanah urug itu dijual dengan harga Rp30 ribu per dump truk.
“Kami menjual hanya Rp30 ribu rupiah untuk menutupi pembayaran PAD sebagai retribusi ke Pemerintah Daerah,” ujarnya sambil menunjukkan bukti transfer. SS juga menyarankan agar informasi lebih lanjut dikonfirmasi ke MPS, pengelola lokasi galian.
Ketika ditemui di salah satu kedai kopi tidak jauh dari lokasi, MPS membenarkan bahwa galian tersebut miliknya. Ia mengklaim sudah mengurus izin di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPPTSP) Tapteng dan hanya menunggu proses akhir.
“Kami juga sudah membayar PAD sebesar Rp1,5 juta per bulan. Sekitar 20 persen dari hasil galian kami serahkan untuk retribusi daerah, sesuai kesepakatan dengan pihak terkait,” ungkapnya sambil menunjukkan bukti transfer.
Namun, pengakuan MPS berbeda dengan SS, terutama soal harga jual tanah urug. SS menyebut Rp30 ribu per truk, sedangkan MPS mengaku menjual Rp50 ribu.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas PMPPTSP Tapteng, Recky Simanungkalit, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin galian C.
“Kami tidak pernah mengeluarkan izin galian C. Itu kewenangan provinsi sesuai regulasi yang berlaku,” tegas Recky di ruang kerjanya, Rabu (29/10/2025).
Recky menjelaskan, memang ada warga di Kelurahan Bona Lumban yang sedang mengurus izin penataan lahan untuk tapak rumah seluas 30 x 50 meter, namun bukan izin pertambangan.
“Izin itu masih dalam proses. Pengelola belum boleh beroperasi, apalagi menjual hasil tanah urug. Jika terbukti melanggar, kami akan menutup dan membatalkan izin penataan lahan tersebut,” pungkasnya. (SL/Tim)
Editor: Bung Meiji


