Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

iklan

iklan

Indeks

Satpol PP Kota Tangerang Dikepung Tuntutan Transparansi: Dugaan “Main Mata” di Bidang Gakumda?

Kamis, 14 Agustus 2025 | 4:35:00 PM WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-14T09:35:42Z


KOTA TANGERANG, Siarankabar – Aksi damai ratusan jurnalis dan LSM di Kota Tangerang pada Rabu (13/8/2025) membuka kembali sorotan tajam publik terhadap kinerja Satpol PP, khususnya Bidang Penegakan Hukum Daerah (Gakumda). Meski disebut hanya “penertib” di lapangan, peran Gakumda sejatinya adalah ujung tombak dalam melaksanakan Peraturan Daerah (Perda) dan memastikan tidak ada pelanggaran yang dibiarkan.


Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya keluhan serius: bangunan tanpa PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) marak berdiri, pengaduan masyarakat lambat diproses, dan isu dugaan “main mata” antara oknum petugas dengan pihak-pihak tertentu mulai menyeruak.


Pola Masalah yang Terungkap


Berdasarkan rangkaian keterangan yang dihimpun Siarankabar:


1. Lambannya Respons Pengaduan

Sejumlah laporan masyarakat terkait pelanggaran bangunan dikabarkan mengendap berbulan-bulan tanpa tindak lanjut. Sumber internal menyebut, ada laporan yang baru direspons setelah tekanan publik meningkat.


2. Dugaan Perlakuan Tebang Pilih

Beberapa pelanggar yang “punya akses” disebut aman dari penertiban, sementara warga kecil atau pengusaha skala mikro lebih cepat ditindak. Hal ini memicu tudingan hukum hanya tegas untuk pihak yang lemah.


3. Minimnya Keterbukaan Informasi

Dalam beberapa permintaan klarifikasi resmi dari media, jawaban yang diberikan Satpol PP dinilai normatif, tanpa data detail yang seharusnya dapat diakses sesuai UU KIP No.14/2008.


Suara dari Lapangan


Koordinator aksi, Syamsul Bahri (Ketua GWI DPD Banten/Pimred Focusflash), menyebut situasi ini sebagai ancaman langsung terhadap demokrasi dan kebebasan pers.


"Bukan hanya masalah personal, tapi kegagalan lembaga dalam melayani rakyat secara transparan," tegasnya.


Ketua LSM Geram, Slamet Widodo (Romo), lebih keras lagi:


"Ada pembiaran terhadap pelanggaran. Kami minta Kasatpol PP, Kabid, dan Kasie Gakumda dicopot segera."


Sekjen GWI Kota Tangerang, Coki Siregar, menambahkan bahwa diamnya Satpol PP justru memperkuat dugaan adanya masalah internal.


Tuntutan dan Eskalasi


Aksi ini bukan yang pertama. Gelombang pertama dilakukan 3 Juli 2025, namun tidak menghasilkan perubahan signifikan. Kini, menjelang HUT RI ke-80, gelombang kedua kembali menuntut: pencopotan pejabat terkait, penindakan tegas terhadap bangunan ilegal, dan penghentian praktik pungli.


Enam tuntutan resmi diajukan, mencakup penegakan Perda yang profesional, keterbukaan pengaduan, dan pengembalian fungsi Satpol PP sebagai penjaga ketertiban dan pelindung masyarakat.


Mediasi Setengah Hati


Perwakilan massa sempat diterima Asda I di Gedung Walikota. Namun absennya Walikota dalam mediasi ini dinilai sinyal bahwa penyelesaian belum menjadi prioritas. Pertemuan lanjutan dijadwalkan setelah 20 Agustus 2025.


Mengapa Isu Ini Krusial?


Satpol PP adalah ujung tombak pelaksanaan Perda di daerah. Jika kepercayaan publik runtuh akibat dugaan permainan di internal, dampaknya bukan hanya pada ketertiban kota, tapi juga legitimasi pemerintah daerah. Situasi ini bisa memicu efek domino: pelanggaran terus bertambah, masyarakat kehilangan rasa hormat pada hukum, dan pintu penyalahgunaan wewenang terbuka lebar.


Siarankabar akan terus memantau perkembangan kasus ini, termasuk apakah tuntutan ratusan jurnalis dan LSM ini akan benar-benar dijawab dengan aksi nyata, atau sekadar dibalas janji manis yang menguap.


📝Editor: Meijieli Gulo 

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update