Notification

×

iklan

iklan

Koalisi LSM dan Aktivis Sumbawa Desak Penghentian Kasus Wartawan, Dorong Penyelesaian Kekeluargaan

Minggu, 03 Agustus 2025 | 5:48:00 PM WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-03T10:48:16Z



SUMBAWA, NTB, Siarankabar — Penetapan status tersangka terhadap seorang jurnalis sekaligus pegiat sosial berinisial A oleh Polres Sumbawa menuai gelombang solidaritas dari berbagai elemen masyarakat sipil. A ditetapkan sebagai tersangka atas unggahan di akun Facebook pribadinya yang memuat dugaan penggunaan material ilegal dalam proyek jalan dan lanjutan jembatan SAMOTA senilai Rp131,9 miliar pada tahun 2024.

Menanggapi hal ini, Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Aktivis Sumbawa mendatangi Mapolres Sumbawa, Rabu (30/7/2025), untuk berdialog dengan Kapolres baru, AKBP Marieta Dwi Ardhini, S.H., S.I.K., yang juga tercatat sebagai perempuan pertama yang memimpin institusi tersebut di Sumbawa.

Dalam dialog terbuka dan penuh kehangatan, perwakilan koalisi, Welsukrianto (Bang Wel) dan Hermanto (Bang Viktor), menyampaikan keresahan atas proses hukum yang menjerat A. Mereka menilai unggahan A—yang bersifat dugaan, tidak menyebut identitas secara langsung, dan menggunakan istilah “diduga”—seharusnya tidak serta-merta dikategorikan sebagai pencemaran nama baik.

“Kami tidak datang untuk membela kesalahan, tetapi ingin memastikan hukum ditegakkan secara adil dan bijak. Ini ekspresi yang seharusnya diuji, bukan langsung divonis,” ujar Bang Wel.



Kapolres AKBP Marieta menjelaskan bahwa penetapan tersangka telah melewati tahapan penyelidikan dan penyidikan sesuai prosedur. Namun, ia menegaskan bahwa penyelesaian kekeluargaan melalui mekanisme restorative justice tetap terbuka, sambil mempersilakan pihak terlapor menempuh praperadilan jika merasa tidak puas dengan proses hukum yang berjalan.

“Kami terbuka terhadap upaya damai. Proses hukum tetap berjalan, tapi mediasi dan rekonsiliasi selalu menjadi pilihan terbaik,” ujar Kapolres.



Koalisi LSM juga menyoroti bahwa penetapan tersangka seharusnya didahului dengan pembuktian terhadap substansi unggahan—yakni dugaan penggunaan material ilegal. Jika dugaan itu benar, menurut mereka, maka pihak yang justru menyalahgunakan anggaran publiklah yang patut dimintai pertanggungjawaban hukum.

“Kalau dugaan itu benar, siapa yang mencemarkan siapa? Ini bukan hanya soal A, tapi soal keadilan dan keberanian menyuarakan kebenaran. Kami tetap percaya pada objektivitas Polres,” tambah Bang Wel.



Koalisi juga menyatakan tidak langsung menempuh jalur praperadilan. Mereka mengedepankan pendekatan kekeluargaan dengan pelapor berinisial S, yang mereka nilai sebagai sosok terbuka dan bijak. Namun, dalam pertemuan pada Kamis (31/7/2025), pelapor menolak opsi damai meski secara pribadi telah menyatakan memaafkan.

“Kami sudah menemui pelapor untuk menawarkan penyelesaian secara kekeluargaan. Sayangnya, upaya kami nihil. Secara pribadi pelapor memaafkan, tetapi tetap memilih melanjutkan proses hukum,” ungkap Bang Wel.



Koalisi menegaskan bahwa unggahan A bersifat opini pribadi di media sosial, bukan karya jurnalistik resmi. Mereka khawatir, jika kasus ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi dan kontrol sosial terhadap anggaran publik.

“Demokrasi akan melemah jika ekspresi di media sosial pun bisa dikriminalisasi. Ini soal ruang kritik dan pengawasan publik,” ujar Hermanto.



Pertemuan antara koalisi dan pihak kepolisian ditutup dengan komitmen bersama untuk menjaga kondusifitas daerah serta mendorong penyelesaian damai jika memungkinkan.

Kasus ini menjadi cermin penting bagi semua pihak agar hukum tidak menjadi alat pembungkaman kritik, melainkan sarana mewujudkan keadilan dalam dinamika demokrasi lokal. Solidaritas terhadap kebebasan pers dan hak menyatakan pendapat terus menguat di Sumbawa.



Editor: Meijieli Gulo


TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update